Oleh: [Nama Penulis / Prasetyo Budi]
QBeritakan.com — 9 November 2025
Di tengah derasnya arus digital dan budaya pop global, masih ada secercah cahaya dari layar putih tradisi kita: wayang kulit. Bayangan tokoh-tokoh legendaris seperti Semar, Petruk, dan Werkudara yang menari di balik kelir bukan sekadar hiburan—mereka adalah warisan nilai, filsafat, dan jati diri bangsa Indonesia.
Namun, di era TikTok dan streaming film, kehadiran wayang kulit mulai tersisih dari perhatian generasi muda. Inilah tantangan sekaligus peluang bagi Generasi Z, generasi yang lahir di dunia digital, untuk kembali menghidupkan seni leluhur ini dengan cara mereka sendiri.
Wayang kulit sebenarnya memiliki daya tarik yang sangat kuat. Ceritanya sarat makna moral dan kebijaksanaan hidup. Nilai-nilai seperti kesetiaan, kejujuran, dan perjuangan bisa menjadi inspirasi positif bagi anak muda masa kini. Lebih dari itu, karakter dan kisah wayang dapat diadaptasi menjadi konten kreatif digital: animasi, film pendek, game edukatif, hingga desain fashion dan NFT bertema budaya.
Generasi Z tidak harus menjadi dalang tradisional untuk melestarikan wayang. Cukup dengan membawa semangatnya ke dunia modern, menampilkan nilai dan karakternya di ruang-ruang digital tempat mereka berinteraksi setiap hari. Dengan cara ini, warisan budaya tidak hanya bertahan, tapi juga berevolusi.
Wayang kulit bukan cerita masa lalu—ia adalah cermin identitas bangsa yang relevan sepanjang masa. Sudah saatnya generasi muda tidak hanya bangga menjadi penonton, tetapi juga menjadi penerus dan inovator budaya. Karena menjaga wayang bukan sekadar melestarikan seni, tapi juga menjaga jiwa Indonesia itu sendiri.
