Hujan meteor Draconid berasal dari sisa debu komet 21P/Giacobini-Zinner yang terbakar saat memasuki atmosfer Bumi. Dalam kondisi ideal, pengamat dapat menyaksikan sekitar 5 hingga 10 meteor per jam, meskipun jumlahnya bisa meningkat bila aktivitas partikel komet sedang tinggi.
BMKG dan komunitas astronomi Indonesia menyarankan masyarakat yang ingin menyaksikan fenomena ini agar menghadap ke arah langit utara, tempat rasi bintang Draco (Naga) berada. "Waktu terbaik untuk pengamatan adalah setelah matahari terbenam hingga sekitar pukul 22.00 WIB," ujar salah satu pengamat langit dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).
Namun, pengamatan hujan meteor tahun ini sedikit menantang karena Supermoon baru saja terjadi pada 7 Oktober 2025. Cahaya bulan yang sangat terang berpotensi mengurangi visibilitas meteor yang redup. Meski begitu, meteor dengan cahaya paling terang atau disebut fireball tetap berpeluang terlihat jelas.
Supermoon kali ini merupakan yang terakhir di tahun 2025. Pada saat puncaknya, bulan berada di posisi terdekat dengan Bumi (perigee), membuatnya tampak 14% lebih besar dan 30% lebih terang dibanding bulan purnama biasa.
Bagi masyarakat yang ingin menyaksikan keindahan langit malam ini, disarankan untuk menyiapkan kamera, teleskop, atau sekadar berbaring di tempat terbuka sambil menatap langit utara. Selain menjadi tontonan menarik, fenomena ini juga menjadi pengingat akan keindahan dan keteraturan alam semesta.