Oleh: Prasetyo Budi – QBeritakan.com, 31 Oktober 2025
Langit kembali berbicara. Komet 3I/ATLAS, batu es raksasa dari luar tata surya, melintas di sekitar Matahari pada akhir Oktober 2025. Para ilmuwan menyebutnya “tamu asing dari bintang lain” — bergerak lebih dari seratus ribu kilometer per jam, lalu pergi tanpa kembali.
Namun bagi orang beriman, ini bukan sekadar perjalanan benda langit. Ini adalah tanda kebesaran Allah, sekaligus panggilan agar manusia mengingat posisi dirinya di tengah luasnya ciptaan Tuhan.
---
Sains: Jalan untuk Mengenal Tanda-Tanda Allah
Sains tidak bertentangan dengan agama; ia justru menjadi jendela untuk melihat keindahan ciptaan Allah secara lebih dekat.
Fenomena 3I/ATLAS menunjukkan betapa teraturnya hukum-hukum langit: gravitasi, orbit, suhu, dan cahaya bekerja sesuai kehendak-Nya.
> Allah berfirman:
“Dia-lah yang menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Tidaklah kamu melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang.”
(QS. Al-Mulk: 3)
Ketika para astronom menghitung kecepatan dan lintasan komet ini dengan presisi luar biasa, sejatinya mereka sedang membaca ayat-ayat kauniyah — tanda-tanda kebesaran Allah di alam semesta.
Ilmu pengetahuan membantu kita memahami bagaimana keajaiban itu terjadi, sementara iman mengajarkan mengapa ia diciptakan: agar manusia merenung, bersyukur, dan tunduk kepada-Nya.
---
Iman: Batas dan Penuntun Akal
Kehadiran 3I/ATLAS juga mengingatkan kita bahwa secerdas apa pun manusia, ilmunya tetap terbatas.
Ada hal-hal yang tak bisa dijelaskan oleh teleskop, radar, atau komputer super. Di sanalah iman mengambil peran — bukan untuk menolak sains, tapi untuk menuntun arah penggunaannya.
Ilmu tanpa iman bisa menjadikan manusia angkuh.
Iman tanpa ilmu bisa menjadikan manusia mudah tersesat.
Keduanya harus berjalan beriringan, karena akal adalah cahaya pikiran, dan iman adalah cahaya hati.
---
Tanggung Jawab Umat: Menyikapi dengan Hikmah
Sebagai umat beragama, kita tidak boleh mudah terjebak antara dua kubu: mereka yang menolak fenomena sains atas nama dogma, dan mereka yang menafsirkan alam tanpa menghadirkan Tuhan.
Fenomena seperti 3I/ATLAS seharusnya disikapi dengan hikmah, ketenangan, dan rasa ingin tahu yang berlandaskan iman.
Ketika sebagian orang menyebar ketakutan — seolah-olah komet ini tanda kehancuran — kita justru harus hadir membawa narasi keseimbangan: bahwa setiap ciptaan Allah punya tujuan, tidak ada yang terjadi sia-sia.
> “Tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi serta apa yang ada di antara keduanya dengan sia-sia.”
(QS. Shad: 27)
---
Belajar dari Alam, Memperbaiki Diri di Bumi
Komet antarbintang datang dari jauh, melewati ruang gelap yang tak berujung. Lalu ia singgah sebentar, bersinar, dan pergi lagi.
Bukankah hidup manusia pun begitu?
Kita datang ke dunia, singgah sebentar, lalu kembali kepada Sang Pencipta.
Melalui sains, kita belajar tentang lintasan benda langit.
Melalui agama, kita belajar tentang lintasan kehidupan.
Dari keduanya, kita diingatkan untuk tidak menyimpang dari orbit ketaatan dan tanggung jawab kita sebagai khalifah di bumi.
---
Penutup: Komet yang Membawa Pesan Langit
Komet 3I/ATLAS bukan ancaman, tapi peringatan lembut dari langit. Bahwa di luar batas pandangan kita, masih ada kekuasaan yang tak terukur.
Ia mengajarkan bahwa iman dan ilmu bukan dua jalan yang berlawanan, melainkan dua sayap yang membawa manusia lebih dekat kepada kebenaran.
Langit menampakkan tanda-tanda kebesaran Allah bukan untuk menakuti, tetapi untuk mengingatkan:
Bahwa sebesar apa pun ilmu kita, Tuhan tetap Maha Besar di atas segalanya.
---
📰 Rubrik: Opini Religi & Sains
✍️ Penulis: Prasetyo
📷 Foto: NASA / ATLAS Observatory
📅 Terbit: 31 Oktober 2025
