Iklan

Cinta yang Kutitipkan pada Langit

QBeritakan.com
Jumat, 26 September 2025 | September 26, 2025 WIB Last Updated 2025-09-26T05:35:04Z


Malam ini aku duduk di dipan belakang rumahku, di dekat hamparan ladang yang masih kosong, belum ditanami. Tanah itu terhampar luas, hitam pekat, sepi tanpa tanda-tanda kehidupan. Begitu sunyi, sama seperti hatiku yang tengah dilanda rindu.

Aku menatap ke arah ladang itu seakan sedang mencari wajahnya di antara tanah kosong. Rasa rindu menjalar, tak terbendung, menyesakkan dada. Seperti tanah yang menunggu benih, hatiku pun menunggu kehadirannya.

Tanpa sadar, bibirku melafalkan doa lirih:
Ya Allah, bahagiakanlah dia… muliakanlah hidupnya… jagalah dia dalam setiap langkahnya.”

Air mata mengalir di pipi. Namun, doa itu terasa ganjil. Apa gunanya aku mendoakan kebahagiaannya bila aku tidak meminta kesempatan untuk menjadi bagian dari kebahagiaan itu? Bagaimana bila Engkau, ya Allah, menjawab doaku dengan memberinya kepada orang lain?

Aku menunduk, menggenggam tanah kering yang tergeletak di bawah dipan. Lalu terlintas kata-kata seorang ustaz kampung yang pernah kudengar:
Cinta itu amanah, bukan sekadar rasa. Kalau kau ingin bersamanya, jangan hanya minta dia bahagia. Mintalah juga agar Allah menjadikanmu layak memikul amanah itu.”

Aku menarik napas panjang, lalu mengangkat tanganku lagi, lebih mantap.

“Ya Allah, jika dia baik untukku, untuk agamaku, kehidupanku, dan akhiratku, dekatkanlah dia kepadaku. Jadikanlah aku orang yang mampu menjaga, memuliakan, dan membahagiakannya. Jika aku belum pantas, bimbinglah aku agar siap menerima amanah cinta ini.”

Hamparan ladang yang kosong itu tiba-tiba terasa penuh makna. Ia bukan lagi sekadar tanah tanpa benih, melainkan cermin hatiku sendiri: masih kosong, tapi menunggu ditanami dengan kesungguhan. Seperti tanah butuh benih, cintaku pun butuh tanggung jawab agar tumbuh menjadi kehidupan.

Dan saat aku masih berdoa, azan subuh berkumandang dari surau kecil di ujung desa. Suaranya merambat lembut, menembus keheningan malam, menyatu dengan doa yang baru saja kutitipkan pada langit. Tak lama kemudian, embun mulai turun, membasahi tanah ladang yang kering itu.

Aku tersenyum dalam tangis. Seakan alam memberi tanda: doa ini tidak sia-sia. Seperti tanah yang akhirnya disirami, semoga hatiku pun disuburkan. Karena aku tahu, cinta sejati bukan sekadar rindu yang dalam, melainkan kesediaan untuk memikul amanah.

Namun, tidak semua doa berbuah sesuai dengan keinginanku. Waktu berjalan, dan takdir berkata lain.

Di hamparan ladang kosong itu aku akhirnya harus belajar menelan pil pahit: dia, wanita yang begitu aku cintai, dipinang dan dimuliakan oleh orang lain. Perjalanan cinta yang kurasakan begitu luar biasa, berakhir pada sebuah kenyataan yang membuat dadaku perih sekaligus lapang.

Aku menangis, bukan lagi karena rindu, tapi karena aku sadar: cinta sejati kadang bukan tentang memiliki, melainkan tentang merelakan.

Malam itu aku berbisik pada diriku sendiri:
"Maha sempurna Allah yang Maha Kuasa atas semua yang terjadi. Tugas kita hanyalah berdoa, berusaha, dan pada akhirnya ikhlas menerima apa yang ditetapkan-Nya."

Dan meski hati ini hancur, aku tahu—cinta yang kujalani, doa yang kupanjatkan, dan air mata yang kutumpahkan, semua tak pernah sia-sia. Karena setiap cinta yang tulus akan selalu kembali kepada-Nya.


---

✍️ Oleh: Prasetyo Budi
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Cinta yang Kutitipkan pada Langit

Trending Now

Iklan