SEMAKIN BESAR BANSOS SEMAKIN RAWAN KORUPSI

Wartawan Goes Too Campus
Senin, 05 Februari 2024 | Februari 05, 2024 WIB Last Updated 2024-02-05T11:42:52Z


QBeritakan.com - SEMAKIN BESAR BANSOS SEMAKIN RAWAN KORUPSI | Hanya Sri Mulyani Indraswari, yang bukan capres dan bukan pres, yang dengan santun berkata; "Masyarakat juga akan ikut, tentu dalam hal ini mengawasi, ikut memiliki karena mereka kalau yang mampu membayar pajak dan tentu mereka ingin tahu uang pajaknya untuk apa,…" (disiarkan youTube Kementerian Keuangan, 3/2/2024).

Pajaknya (rakyat), (digunakan oleh Negara) untuk apa? Itu poin-nya. Karena belum lama lalu, ada pengakuan Boy Thohir (kakak Erick Thohir) yang merupakan bagian dari Paslon-02, mengatakan bahwa sepertiga kekuatan ekonomi mendukung Prabowo-Gibran. Pernyataan Boy Thohir itu sangat melecehkan data dan fakta, yang artinya juga menistakan nalar.

Dari data Kemenkeu, jelas terbaca, bahwa sepertiga kekuatan ekonomi yang disebut itu lebih karena mereka sebagai penerima keuntungan. Pendapatan negara tak sebanding dari pajak mereka. Klaim Boy Thohir, dengan Rp851,5 trilyun sebagai sepertiga pendapatan negara, itu bukan berupa uang tunai. 

Dari APBN-Kemenkeu, per-Desember 2023, catatan penerimaan pajak jelas. Pemerintah Indonesia lebih menggantungkan pada pajak per-pribadi para wajib pajak. Sumbangan pajak dari sektor ini mencapai 74,2%. Dari nilai itu, penerimaan PPh Pasal 21 selama Januari-September 2023 mencapai Rp154,9 triliun (tumbuh 17,4% yoy). PPh Pasal 21 berkontribusi 11,2% dari total penerimaan pajak. Sementara yang disebut Boy Thohir dengan sepertiga kekuatan ekonomi, hanya didapatkan senilai Rp10,62 trilyun (September 2023). 

Pernyataan Sri Mulyani, untuk memberitahu kepada para pembayar pajak dikemanakan saja duit mereka. Itu adalah bagian penting untuk memberi pembelajaran kesadaran publik akan makna kedaulatan rakyat. Duit yang dikumpulkan dari rakyat, sebagaimana misal iuran BPJS, dikumpulkan dan dititipkan pengelolaannya kepada pihak yang dipercaya rakyat melalui proses meritokrasi dan demokrasi. Melalui (mustinya) sistem seleksi yang ketat, tidak dengan puna-puni sampai musti bersiasat ngakalin konstitusi. Termasuk, di antaranya, penggunaan istilah bansos sebagai salah satu dari sekian banyak instrumen keuangan negara, untuk membantu masyarakat dengan ekonomi lemah. 

Duit bansos dari pajak dan penerimaan negara lainnya, yang kemudian diperhitungkan dalam APBN, agar bisa menciptakan keadilan yang bisa dirasakan seluruh lapisan ekonomi masyarakat. Kata Sri Mulyani, itu semua menggambarkan bagaimana kehadiran negara secara nyata, bukan dalam retorika.

Siapa ‘negara’? Jawaban singkatnya, Negara bukan siapa yang menjadi presiden atau penguasa. Lebih singkat lagi, negara bukan Jokowi. Jokowi adalah petugas Negara yang dipilih rakyat melalui sistem pemilihan politik yang disebut demokrasi. Orang-orang yang menjadi petugas negara ini, yang dipercaya dalam penggunaan dan pengelolaan APBN yang kudunya transparan. Maka masyarakat yang jadi pembayar pajak akan bisa merasakan ikut membantu mereka yang menerima manfaat langsung dari uang negara. 

"Kita terus juga harus memupuk rasa gotong-royong ini dengan salah satunya meningkatkan transparansi dan akuntabilitas," kata Sri Mulyani. Peningkatan anggaran bansos merupakan salah satu bentuk upaya APBN melindungi masyarakat, terutama kelompok miskin dan rentan. Berbagai paket kebijakan diluncurkan pada triwulan IV-2023 guna menjaga daya beli masyarakat. Bansos mendorong permintaan domestik, antara lain melalui penebalan bantuan sosial bagi kelompok miskin dan rentan dalam bentuk BLT. Ada banyak program bansos pada 2024 ini, dari Rp460-an trilyun menjadi Rp493-an trilyun. Jauh lebih besar dari dana Covid-19 yang mencapai Rp405-an trilyun.

Sri Mulyani menegaskan Bansos adalah Program APBN Pemerintah juga secara konsisten tetap mendukung berbagai agenda pembangunan, seperti penurunan stunting, penghapusan kemiskinan ekstrem, dukungan pelaksanaan Pemilu 2024, dan penyelesaian proyek strategis nasional (PSN). Bukan atas kebaikan Jokowi, sebagaimana dikampanyekan Ketum PAN dan Golkar secara tidak etis, bahwa itu atas kebaikan Jokowi yang adalah ayah Gibran. 

Saya sebagai pembayar pajak, mempunyai NPWP, merasa tersinggung dengan pernyataan elite parpol yang ngawur itu. Dan merasa prihatin, melihat presiden yang saya pilih dulu, kerja keras untuk bagi-bagi bansos dengan kawalan Paspampres yang ketat, yang justeru menimbulkan pertanyaan: Pemberian bansos untuk rakyat ini demi keuntungan rakyat atau keuntungan presiden? 

Karena biaya prosesi atau ritual pemberian bansos ini membutuhkan dana operasional yang besar, tetapi hasilnya bisa seperti sindiran Anies Baswedan dalam debat Cepres, “lebih menguntungkan yang memberi daripada yang menerima”. Kalau ‘banyakan’ yang dikorupsi gimana? Karena penyelenggaraan bansos-bansos model gini, rentan dalam akuntabilitasnya. Semakin besar bansos, sebagian besar peluang dikorupsi. Jangankan mengawasi, nulis kek ginian saja bisa dituding penyinyiran. Wong Sri Mulyani saja sehabis ngomongin soal bansos itu kemudiang di-kacang-in Jokowi.

Lagian, kalau belum makmur, tidak bisa berbuat adil, walaupun “hanya” untuk 9% rakyat miskin di Indonesia. Apalagi jika bansos itu tanpa data yang valid. Karena lebih banyak diberikan di tempat-tempat yang dikaitkan dengan persoalan elektoral partai dan Pilpres. Lebih menyedihkan lagi, jika dengan bansos diharap approval rate Jokowi naik, elektabilitas Paslon-02 terkerek, PSI bisa masuk parlemen. Itu yang makin absurd dan belum pasti pula. Karena Prabowo sendiri dulu pernah berkata; Terima uangnya jangan pilih orangnya. | Sunardian Wirodono III

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • SEMAKIN BESAR BANSOS SEMAKIN RAWAN KORUPSI

Trending Now