Pengkhianatan Yang Bergulir Di Tubuh Elite Politik

QBeritakan.com
Sabtu, 02 September 2023 | September 02, 2023 WIB Last Updated 2023-09-02T14:09:05Z


QBeritakan.com - Mendengar kata pengkhianatan saja sudah begitu mengerikan, jika ditangkap oleh setiap pendengaran kita. Apalagi yang menjadi korban. Semua tidak berhenti begitu saja, karena orang pendendam akan terus membalas rasa menyakitkan itu.

Kalau sudah begitu ada pula yang akan terus melanjutkan aksi, sampai si pelaku mendapatkan kepuasannya. Ibaratnya seperti perselingkuhan dalam suatu hubungan. Akan sembuh jika pelakunya benar-benar taubat dan kembali ke jalan yang benar.

Tapi kalau tidak ada statemen dan kontrol dari dirinya sendiri, maka peristiwa itu akan menjadi suatu hal yang “tuman”. Akan ada ucapan manis di kemudian hari, tapi isinya tidak jauh dari tindakan pengkhianatan terhadap partner hidup ataupun kawan dalam sebuah circle pertemanan.

Hal tersebut kini sedang melanda elite politik. Mereka mempermainkan kendaraannya dengan menghalalkan cara menuju kontestasi pilpres mendatang. Saking gupuhnya menuju hari dibukanya pendaftaran penyelenggaraan pesta demokrasi 2024 nanti, para elite merombak besar-besaran koalisi yang sudah dirancang dari awal.

Seperti berita tadi malam yang masih tersiar banter sampai hari ini. Bunyinya Partai Demokrat sudah angkat kaki dari Koalisi Perubahan yang dibentuk bersama Nasdem dan PKS, dengan Anies sebagai capres mereka.

Demokrat merasa kecewa karena kabar berhembus PKB masuk di kubu mereka menguar. Dengan posisi terkuatnya Cak Imin menjadi cawapres yang mendampingi Anies. AHY yang memegang tampuk kepemimpinan Demokrat sudah mencoba bersabar, dengan tarik-ulur yang dilakukan Anies.

Bahkan dia juga sempat menyetujui, jikalau Anies mengambil cawapres dari luar koalisi. Tapi kenapa ujungnya ke Cak Imin? Padahal bukan hal rahasia lagi kalau PKB yang dikomandoi Cak Imin ini, telah bergabung dengan koalisi gemuk milik capres Gerindra Prabowo Subianto.

Bahkan Golkar dan PAN sudah bergabung sebagai partai tambahan, dengan koalisi yang bernama Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR). Sudah begitu, seharusnya tinggal menentukan arah berlayar menuju panggung demokrasi.

Namun semua terhenti karena perubahan nama koalisi yang terkesan mendadak. Dan lebih menyakitkannya, PKB tidak diajak berembug dalam pergantian nama yang dimanuver Prabowo untuk menyamakan dengan koalisi milik Jokowi dulu. Ya KKIR berubah menjadi Koalisi Indonesia maju.

Sepertinya memang Prabowo ingin memantaskan dirinya dengan perjuangan Jokowi dulu. Jadi yang paling Jokowi banget nih ceritanya. Itulah yang menyulut emosi PKB hingga Demokrat.

Pengkhianatan yang seperti ini memang bukan lagi hal pertama bagi mereka. Atau mungkin sudah menjadi hal biasa untuk saling tikung-menikung, demi mendapat jabatan penguasa.

Coba kita runut ke belakang sebentar. Sudah menjadi rahasia umum jika Cak Imin kini bersiteru dengan keluarga gurunya, Gus Dur. Dia bukan siapa-siapa tanpa sang guru.

Tapi jejak yang dilakukan Cak Imin di akhir hayat Gus Dur, justru mengkhianati pergerakan dan perjuangan mereka. Demi menguasai partai yang sudah dibesarkan presiden keempat itu, Cak Imin mengeluarkan keluarga Gus Dur dari PKB.
 
Sampai sekarang belum ada etikat baik dari Cak Imin untuk meminta maaf ataupun merangkul kembali keluarga Gus Dur, yang berperan besar membangun PKB. Alhasil partai yang dulu ranah geraknya untuk rakyat, sekarang perlahan memudar.

Yenny Wahid pun mengecam tindakan keterlaluan Cak Imin ini. Maka jika sekarang dia mendapat ujian pengkhianatan seperti hari ini, itu merupakan balasan yang tidak jauh dari perbuatan di masa lalunya.
 
Begitu pula Demokrat yang dulu juga pernah melakukan tindakan pengkhianatan. Dulu pendiri partai mercy itu, as Susilo Bambang Yudhoyono, sejalan dan berteman akrab dengan Megawati Soekarnoputri.

Bahkan saat ditanyai presiden kelima itu tentang adakah rencana pendirian partai sendiri, SBY menjawab tidak dengan lantang. Tapi ternyata hal sebaliknya yang terjadi. Sekarang mereka pun dikecewakan oleh pengkhianat terbesar seperti Anies Baswedan.

Dia sudah terkenal dengan janji manisnya, publik yang menjadi saksi langsung. Tepatnya dalam acara milik Najwa Shihab tahun 2018 lalu. Karena dia sudah diusung Prabowo menjadi seorang gubernur, maka dia berjanji tidak akan maju nyapres jikalau ketum Gerindra itu mendaftarakan diri jadi peserta pilpres.

Tapi kacang lupa akan kulitnya, bayi yang dulu dilahirkan sekarang lupa rahim di sebelah mana dia berasal. Kalau lupa sepertinya tidak, karena jejak digital masih bertahan sampai sekarang. Hanya mungkin kepentingan dan nafsunya untuk menjadi seorang pemimpin lebih besar. Makanya dia berani berdiri menjadi salah satu lawan dari orang yang dulu amat dipujanya.

Karena sudah merasakan mirisnya sebuah pengkhianatan, bukan berarti Prabowo akan melenggang dengan ikhlas. Walaupun dia sudah bertransformasi menjadi seorang Jokowi, sikap tamak nan serakahnya masih nampak jelas lewat pengkhianatan yang ditunaikan langsung kepada Cak Imin.

Padahal PKB adalah teman pertamanya untuk membangun koalisi. Mereka saling berdiskusi, berjabat tangan dan bergandeng erat sambil berjoget ria untuk membicarakan masa depan. Tapi semua kabur terbawa angin, sudah tidak berarti lagi.

Tak disangka, teman seperjuangannya merintis koalisi tadi harus didepak demi tampil menjadi seorang Jokowi. Ya pada akhirnya Prabowo membuat keputusan sepihak, dengan mengganti nama koalisi dari perjanjian yang sudah di sepakati PKB dan Gerindra.

Prabowo tentu akan memilih siapa yang paling banyak memberinya keuntungan. Nama Jokowi kini yang berhasil dijual. Makanya tanpa ada obrolan panjang, dia segera bergegas menentukan sikap untuk mengubah nama koalisi tanpa persetujuan Cak Imin. Walakhir pengkhianatan terjadi.

Lalu kalau sudah begitu, mau minta hal lebih apa lagi? Motivasinya hanya menjadi penguasa.

Tidak peduli bagaimana kawannya. Semua disikut. Semua disikat untuk unjuk gigi di depan rakyat.

Ya kita lihat saja akan berlabuh di mana kerjasama para elite politik itu. Politik memang dinamis, tapi untuk menentukan arah pijakan, coba konsisten dengan kendaraan yang dipakai dulu ya, pak.

Kalau kita sih berharapnya semua tetap adem, demokrasi yang dibawa juga sehat dan tidak membingungkan rakyat. Semoga lekas membaik, bapak-bapak.

Semoga tidak bingung menentukan arah pergerakannya masing-masing. Kita tunggu di pesta demokrasi nanti, ya.
Nikmatul Sugiyarto

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Pengkhianatan Yang Bergulir Di Tubuh Elite Politik

Trending Now