Sejarah Kerajaan Pagaruyung Dari Masa Keemasan Sampai Masa Kemunduran

QBeritakan.com
Kamis, 20 Juli 2023 | Juli 20, 2023 WIB Last Updated 2023-07-20T17:30:30Z


QBeritakan.com - Halo Sob QBeritakan, Nah Kali ADmin Q akan Mengajak sahabat semua kembali untuk menilik Sejarah Kerajaan di Pulau sumatera, Tepatnya di Daerah Kabupaten Tanah Datar Provinsi Sumatera Barat Yaitu " Kerajaan Pagaruyung".
 
Tak Henti-hentinya Admin Q Mengajak sob Q semua untuk meng Explore Betapa Kayanya Nusantara ini dengan adat istiadatnya dimasa yang lampau, sehingga kita akan selalu merasa bangga dan menambah cinta terhadap NKRI ini, Ok gak perlu mukodimah panjang kali lebar ya, Langsung saja sama sama kita simak ulasan berikut dan semoga bermanfaat.
 
 
Kerajaan Pagaruyung – Di tanah Sumatera berdiri suatu kerajaan dengan dua masa, yakni masa bercorak Hindu-Budha dan masa Islam. Kerajaan ini tidak lain merupakan Kerajaan Pagaruyung. Kerajaan ini hadir dan memberikan perjalanan sejarah tersendiri di tanah Sumatera.

Oleh karena itu, kali ini kita akan membahas secara lengkap terkait kerajaan Pagaruyung, mulai dari sejarah berdirinya, wilayah kekuasaannya, sistem pemerintahan, hingga tercetuslah Perang Padri sebagai cikal bakal kemunduran kerajaan. Penjelasan lengkap ini dapat kita simak pada uraian di bawah ini:
 

Kerajaan Pagaruyung


Kerajaan Pagaruyung merupakan kerajaan di Indonesia yang mengalami dua masa sekaligus, yakni masa Hindu-Budha dan masa Islam.

Nama kerajaan ini dirujuk dari nama pohon Nibung atau Ruyung

Ketika awal didirikan pada 1347 M, Kerajaan Pagaruyung bercorak Hindu-Buddha. Kemudian pada abad ke-17, Kerajaan Pagaruyung berubah menjadi bercorak Islam.

Kerajaan Pagaruyung terletak di Provinsi Sumatera Barat dan sebagian Provinsi Riau.

Pagaruyung berkuasa selama 5 abad, dan akhirnya runtuh dalam peristiwa Perang Padri.

Wilayah Kekuasaan Kerajaan Pagaruyung


Wilayah kekuasaan Pagaruyung meliputi dataran tinggi pedalaman Sumatera, wilayah pantai timur Arcat ke Jambi, dan kota-kota pelabuhan pantai barat Panchur (Barus), Tiku dan Pariaman.

Dinyatakan pula bahwa tanah Indragiri, Siak dan Arcat merupakan bagian dari tanah Minangkabau, dengan Teluk Kuantan sebagai pelabuhan utama raja Minangkabau.

Di dalam Tambo yang merupakan legenda adat minangkabau bahwa wilayah Pagaruyung meliputi, Pasaman Barat, Sumatera Barat, Bengkulu, Kabupaten Bungo, dan Kabupaten Kampar Riau.
 

Sistem Pemerintahan Kerajaan Pagaruyung


Sistem pemerintahan Pagaruyung hampir sama dengan pemerintahan di Majapahit, dan juga menyesuaikan dengan kerajaan yang ada sebelumnya, yakni Dharmasraya dan Sriwijaya.

Pagaruyung menganut sistem raja triumvirat atau tiga orang raja yang bersila, yang meliputi:

    Raja Alam yang berkedudukan di Pagaruyung;
    Raja Adat yang berkedudukan di Buo;
    Raja Ibadat yang berkedudukan di Sumpur Kudus.

Selain raja, Pagaruyung juga memiliki 4 orang pembesar utama yang disebut dengan Basa Ampek Balai. Keempat pembesar utama di antaranya adalah:

    1. Bandaro yang berkedudukan di Sungai Tarab;
    2. Makhudum yang berkedudukan di Sumanik;
    3. Indomo yang berkedudukan di Suruaso;
    4. Tuan Gadang yang berkedudukan di Batipuh.

Selain raja dan para menteri, ada juga aparat pemerintahan yang bertugas menjalankan kebijakan dari kerajaan, aparat itu disebut dengan Langgam nan Tujuah. Mereka terdiri dari:

    1. Pamuncak Koto Piliang
    2. Perdamaian Koto Piliang
    3. Pasak Kungkuang Koto Piliang
    4. Harimau Campo Koto Piliang
    5. Camin Taruih Koto Piliang
    6. Cumati Koto Piliang
    7. Gajah Tongga Koto Piliang

Raja-raja Kerajaan Pagaruyung


Raja-raja Pagaruyung dibedakan menjadi dua, yakni pada masa Hindu-buddha dan Pagaruyung pada masa Islam. Berikut adalah nama-nama raja Pagaruyung dari masa ke masa:
Maharajadiraja & Yuwaraja

    Maharajadiraja Akarendrawarman di Parahyangan (k. 1316);
    Maharajadiraja Adityawarman di Malayapura dan Surawasa (1347-1375);
    Yuwaraja Ananggawarman (kemudian Maharajadiraja?) di Malayapura (1375-1417);

    Yuwaraja Bijayendrawarman di Parwatapuri (~abad ke-14);
    Maharajadiraja Wijaya Warman di Malayapura (1417-1440).

Yang Dipertuan Sultan (Raja Alam) & Regent Tanah Datar

    Yang Dipertuan Sultan Ahmadsyah di Pagaruyung (1668-1674);
    Yang Dipertuan Sultan Indermasyah di Suruaso dan Pagaruyung (1674-1730);
    Yang Dipertuan Sultan Arifin Muningsyah di Pagaruyung (1780-1821);
    Yang Dipertuan Sultan Tunggal Alam Bagagarsyah (kemudian Regent Tanah Datar) di Pagaruyung (1821-1833).

Sejarah Kerajaan Pagaruyung


Pembahasan di bawah ini memuat sejarah Kerajaan Pagaruyung, yang dimulai dari asal-muasal berdirinya, masa Hindu-Buddha, dan berganti masa Islam, hingga tercetusnya perang Padri yang menyebabkan keruntuhan. Selengkapnya dapat diamati pada uraian di bawah ini:
Berdirinya Kerajaan Pagaruyung

Pada Arca Amoghapasa diceritakan bahwa Adityawarman menyatakan dirinya
sebagai raja di Malayapura pada 1347 M. Dari sumber tersebut, Adityawarman diduga kuat sebagai pendiri Kerajaan Pagaruyung

Adityawarman adalah seorang keturunan Minangkabau-Jawa dari pasangan Adityawarman dan Dara Jingga.

Namun, pendapat lainnya menyatakan bahwa Adityawarman adalah putra Raden Wijaya (pendiri Kerajaan Majapahit dengan Dara Jingga.

Di sisi lain, Adityawarman dinyatakan sebagai sepupu dari garis keluarga ibunya, yaitu raja Jayanegara (raja kedua Majapahit).

Sebelum mendirikan Kerajaan Pagaruyung, Adityawarman diketahui menaklukkan Bali dan Palembang bersama Mahapatih Gajah Mada.
 
Adityawarman juga merupakan raja bawahan (uparaja) dari Majapahit yang dikirim untuk menaklukkan beberapa daerah penting di Pulau Sumatera.

Bersamaan dengan itu, ia berupaya untuk melepaskan diri dari Majapahit. Dan mengetahui hal tersebut, membuat Majapahit mengirim pasukan dari Jawa Timur untuk mengejar Adityawarman. Hingga tercetuslah pertempuran dahsyat di daerah Pada Sibusuk, Adityawarman mencapai kemenangan.

Puncak Kejayaan Kerajaan Pagaruyung


Masa kejayaan Pagaruyung dicapai pada saat masa pemerintahan Adityawarman dan putranya yang bernama Ananggawarman.

Pada saat itu, Kerajaan Pagaruyung berubah menjadi sangat kuat dan berhasil memperluas wilayah kekuasaannya sampai ke Sumatera bagian tengah.

Diketahui pula bahwa pada tahun 1371 sampai 1377, Adityawarman mengirimkan utusan ke Dinasti Ming sebanyak enam kali.
 

Pengaruh Hindu-Buddha


Hindu-Buddha sebenarnya telah muncul di Sumatera bagian tengah sejak abad ke-13, yaitu dimulai pada masa pengiriman Ekspedisi Pamalayu oleh Kertanegara, dan kemudian dilanjutkan masa pemerintahan Adityawarman dan putranya Ananggawarman.

Masa Pemerintahan Adityawarman telah mendominasi wilayah Sumatera bagian tengah dan sekitarnya. Hal ini dapat dibuktikannya keberadaan Arca Amoghapasa dan prasasti Batusangkar telah ada sejak pemerintahan Adityawarman.

Berubah Bercorak Islam


Pada abad ke-16, agama Islam mulai dibawa masuk oleh para musafir yang singgah dari Aceh dan Malaka, dan kemudian berkembang di Pagaruyung.

Syaikh Burhanuddin Ulaka merupakan salah satu ulama yang pertama kali menyebarkan Islam di Pagaruyung dan merupakan murid ulama terkenal di Aceh.

Masuk ke abad 17, Kerajaan Pagaruyung berubah menjadi sebuah kesultanan dan raja pertamanya yang masuk Islam adalah Sultan Alif.

Dengan menganut ajaran Islam, beberapa aturan Minangkabau di Pagaruyung mulai dihilangkan. Hal ini dilakukan karena aturan tersebut bertentangan dengan ajaran Islam yang mereka anut.
Hubungan dengan Belanda dan Inggris

Pada 1667 M, VOC berhasil menaklukkan Kesultanan Aceh, sehingga kekuasaan Pagaruyung kembali.

Menjelang akhir abad ke-17, perekonomian Kerajaan Pagaruyung mulai menarik perhatian Belanda dan Inggris. Karena pada saat itu ekonomi Pagaruyung sedang mengandalkan produksi emas.

Pada 1684, Gubernur Jendral Belanda mengutus Thomas Dias untuk datang ke Pagaruyung. Mereka membina komunikasi dan perdagangan dengan Pagaruyung.

Pada tahun 1795 sampai 1819 M, Pagaruyung sempat berada di bawah kekuasaan Inggris. Tapi setelah disepakati Traktat London pada 1824, Belanda menguasai kembali Pagaruyung.

Perang Padri dan Cikal Bakal Kemunduran


Kemunduran Kerajaan Pagaruyung disebabkan karena adanya Perang Padri antara 1803 sampai 1838 M.

Salah satu pemimpin Perang Padri kala itu adalah Tuanku Imam Bonjol. Beliau menjadi pemimpin sekaligus panglima perang setelah Tuanku Nan Renceh meninggal dunia.

Hingga memasuki awal abad ke-19, kekuasaan Pagaruyung semakin melemah. Permusuhan antara keluarga kerajaan dengan kaum Padri tidak dapat dihindari, hingga menimbulkan korban jiwa akibat permusuhan mereka.

Untuk melawan kaum Padri, keluarga Kerajaan Pagaruyung dengan terpaksa meminta bantuan Belanda.

Pada 10 Februari 1821, ditandatanganilah perjanjian antara Kerajaan Pagaruyung dengan Belanda. Dari pihak Pagaruyung, ada Sultan Alam Bagagarsyah yang merupakan raja terakhir Pagaruyung.

Kesepakatan ini diambil sebagai bentuk penyerahan Pagaruyung kepada Belanda. Selain itu, Belanda berjanji membantu sultan dalam perang melawan kaum Padri dan Sultan akan menjadi bawahan pemerintahan pusat.

Dalam usahanya menaklukkan kaum Padri, Belanda mendatangkan pasukan dari Jawa dan Maluku. Pasukan itu dipimpin oleh Sentot Prawirodirjo, yang merupakan panglima pasukan Pangeran Diponegoro yang berkhianat dan membelok pada pemerintahan Hindia Belanda.

Karena ambisi Belanda, malah membuat keluarga kerajaan bersatu dengan kaum Padri demi mempertahankan wilayahnya. Karena kejadian itu Sultan Alam Bagagarsyah dinilai berkhianat dan ditangkap oleh Belanda pada 2 Mei 1833. Kemudian, Sultan Pagaruyung diasingkan ke Betawi.

Pada 11 Januari 1833 beberapa pertahanan dari Belanda diserang secara mendadak, disebutkan sekitar 139 orang tentara Eropa serta ratusan tentara pribumi terbunuh.

Pada tanggal 16 April 1835, Belanda memutuskan untuk kembali mengadakan serangan besar-besaran untuk menaklukkan Bonjol dan sekitarnya.

Tidak kalah akal, Belanda membuat perjanjian baru dengan kaum Padri yang menyatakan bahwa kawasan Kerajaan Pagaruyung resmi di bawah kekuasaan Belanda. Dan sejak itu Pagaruyung runtuh.
 

Peninggalan Kerajaan Pagaruyung


Sejak berdirinya Kerajaan Pagaruyung, dibangunlah beberapa bangunan dan prasasti, yang sampai hari ini masih ada dan mampu memberikan kilas balik terkait perjalanan sejarah kerajaan ini. Lalu apa saja peninggalan itu? Simak selengkapnya di bawah ini.



No    Peninggalan Kerajaan Pagaruyung
1    Istana Pagaruyung
2    Makam raja Pagaruyung
3    Prasasti Batusangkar
4    Prasasti Suruaso
5    Prasasti Bandar Bapahat

Istana Pagaruyung atau juga disebut dengan Istano Basa.


Situs bersejarah ini adalah sebuah bangunan istana yang terletak di kecamatan Tanjung Emas, kota Batusangkar, kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Istano Basa ini berjarak lebih kurang 5 kilometer dari pusat kota Batusangkar.

Istana Kerajaan Pagaruyung mengalami 3 kali pembangunan dan renovasi ulang, sebab dahulu dibakar habis pada saat perang Padri pada tahun 1804, dan dua kali kebakaran pada 1966 dan 2007.

Istana Pagaruyung asli dibangun seluruhnya dengan batang-batang kayu. Namun untuk replikanya dibangun dengan bahan beton modern namun tetap mempertahankan teknik tradisional dan bahan kayu yang dihias dengan 60 ukiran yang menjelaskan filosofi dan budaya Minangkabau.
 

Makam raja Pagaruyung


Kompleks makam raja Pagaruyung atau juga disebut dengan Makam Rajo Ibadat. Makam ini berlokasi di Sumpur Kudus, tepatnya di tengah pemukiman penduduk Nagari Sumpur Kudus, Kecamatan Sumpur Kudus, Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat. Di sebelah kanan (selatan) kompleks makam terdapat gelanggang medan nan bapaneh.

Kompleks makam ini terdapat 13 buah makam. Jirat makam terbuat dari susunan batu andesit.

Orientasi makam mengarah Utara-Selatan yang merupakan ciri dari makam Islam.

Nisan-nisannya setipe dengan Tanah Datar berbentuk pipih, sebagian nisan bermotif hias geometris, garis, dan sulur-suluran.

Selain nisan pipih, sebagian makam hanya memakai nisan berupa batu polos.
 

Prasasti Batusangkar


Dari prasasti Batusangkar disebutkan Ananggawarman sebagai yuvaraja melakukan ritual ajaran Tantris dari agama Buddha yang disebut hevajra yaitu upacara peralihan kekuasaan dari Adityawarman kepada putra mahkotanya, hal ini dapat dikaitkan dengan kronik Tiongkok tahun 1377 tentang adanya utusan San-fo-ts’i kepada Kaisar Tiongkok yang meminta permohonan pengakuan sebagai penguasa pada kawasan San-fo-ts’i.
 

Prasasti Suruaso


Prasasti Saruaso I merupakan salah satu dari prasasti peninggalan raja Adityawarman. Prasasti ini juga disebut dengan Prasasti Batu Bapahek.

Prasasti ini diberi nama Prasasti Suruaso karena pada manuskripnya tersebut kata Sri Surawasa yang merupakan asal kata dari nama nagari Suruaso di (wilayah Kabupaten Tanah Datar sekarang).

Situs bersejarah ini tertulis berangka tahun 1297 Saka atau 1375 M.
 

Prasasti Bandar Bapahat


Prasasti Bandar Bapahat merupakan prasasti yang ditemukan di jorong Bukik Gombak, Nagari Baringin, Kecamatan Lima Kaum, Tanah Datar, Sumatera Barat.

Situs bersejarah tersebut berisi tulisan di kedua sisi dinding batu saluran air kuno, yang diperkirakan dibuat pada masa pemerintahan Raja Adityawarman.

Saat ini, kedua tulisan tersebut sudah hilang karena runtuh, namun duplikasinya (absklath) masih terdapat dalam arsip Museum Nasional Jakarta dan juga di Universitas Leiden, Belanda.
 

Penutup


Demikian uraian tentang Kerajaan Pagaruyung, menakjubkan bukan? Berdiri dalam dua masa namun tidak kehilangan eksistensinya, bahkan hingga hari ini.

Mengapa hal itu bisa terjadi? Karena Pagaruyung mengikuti perkembangan dan tetap menjunjung persatuan kesatuan.  Nah, sejak adanya perselisihan di Pagaruyung maka tercetuslah Perang Padri dan akhirnya menghancurkan Pagaruyung sendiri.

Semua ini seharusnya menjadi pelajaran terbaik bagi kita di masa kini. Bagaimana menurutmu? Setuju dengan artikel ini? Yuk tulis di kolom komentar ya bagaimana pendapatmu.

Kerajaan Pagaruyung
Sumber Refrensi:

@https://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Pagaruyung
@https://id.wikipedia.org/wiki/Raja_Pagaruyung
@https://www.kompas.com/stori/read/2021/08/09/130000079/kerajaan-pagaruyung–sejarah-letak-pendiri-dan-peninggalan

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Sejarah Kerajaan Pagaruyung Dari Masa Keemasan Sampai Masa Kemunduran

Trending Now