Queen of Katwe dan Sebuah Harapan dari Ganjar

QBeritakan.com
Kamis, 09 Maret 2023 | Maret 09, 2023 WIB Last Updated 2023-03-08T17:01:04Z


QBeritakan.com - Tidak seorang pun yang bakal mengira bahwa Phiona Mutezi, gadis miskin penjual jagung keliling, kelak bisa membelikan rumah untuk ibu dan saudarinya.

Dari kawasan kumuh pinggiran kota Kampala di Uganda inilah Phiona dilahirkan. Hidupnya memang pahit sedari kecil. Di usia tiga tahun, ia sudah jadi yatim. Ayahnya meninggal karena AIDS. Debu-debu yang berterbangan, rumah-rumah bobrok, banjir limbah, adalah gambaran tentang Katwe, tempat Phiona tinggal.

Pendidikan sudah tentu hanya angan-angan bagi keluarganya, sebab untuk urusan mengisi perut saja mereka harus berjuang habis-habisan. Karena kondisi itu, Phiona pun dipaksa ikut cari duit sejak usia sembilan tahun.

Dengan nampan di kepala, ia berkeliling menjajakan jagung ke pasar-pasar di jalanan Katwe. Saat sedang jualan itulah ia bertemu Robert Katende, seorang guru olahraga di sekolah misionaris yang kemudian memperkenalkannya pada permainan catur.

Berkat bimbingannya, Phiona perlahan-lahan bisa menunjukkan bakatnya yang gemilang. Ia mulai mengalahkan para pecatur lokal, lalu melebar ke seluruh Uganda, hingga kemudian mengikuti turnamen internasional.

Kisah hidupnya yang menginspirasi banyak orang itu pun kemudian dikemas dalam film manis berdurasi dua jam, berjudul "Queen of Katwe".

Namun, yang tak bisa saya abaikan begitu saja dari kisah itu adalah kepedulian Katende yang begitu melimpah. Ia bukan hanya mengajarkan catur pada Phiona, namun juga mengajarinya membaca, hingga kemudian mencarikan beasiswa agar Phiona bisa bersekolah.

Keputusan itu pun benar-benar membuahkan hasil. Phiona bukan hanya piawai bermain catur, namun juga berhasil menyelesaikan kuliahnya di Nortwest University Amerika Serikat. Kini ia pun bekerja di perusahaan teknologi paling mentereng, Microsoft.

Masa depan seseorang memang tidak ada yang tahu. Namun dari kisah itu kita kembali diingatkan bahwa kegigihan, perjuangan, serta dukungan orang sekitar, selamanya punya andil dalam mewujudkan hari depan yang lebih baik. 

Orang seperti Katende memang sangat langka. Ia bukan anggota keluarganya. Tidak punya ikatan khusus sama sekali. Namun mau peduli pada anak-anak miskin yang tinggal di kawasan kumuh di Uganda. 

Bahkan Katende juga terus berjuang meyakinkan Ibunda Phiona yang awalnya menentang, bahwa pendidikan yang layak adalah salah satu jalan meraih masa depan.

Itu adalah kisah yang sangat menggugah. Saya rasa kepedulian akan pendidikan juga telah dimiliki sebagian besar masyarakat Indonesia saat ini. Namun kita kemudian justru menaruh pesimis pada pemerintah mengingat sulitnya akses pendidikan, termasuk mahalnya biaya.

Hingga suatu hari Ganjar Pranowo mampu mendobrak rasa pesimis itu. Gubernur Jawa Tengah itu dengan berani menggratiskan biaya SPP sekolah, bahkan menciptakan sekolah asrama gratis dengan semua fasilitias luar biasa. Dari makan, penginapan, seragam, sepatu, buku dan lain-lain semuanya gratis.   

Bahkan belakangan, yang semakin mengejutkan, saya mendapati berita bahwa gubernur rambut putih ini menambah 15 sekolah asrama gratis untuk warga miskin di Jawa Tengah. Bukan semi boarding lagi, namun benar-benar boarding school. 

Kepedulian Ganjar pada anak-anak dari keluarga miskin inilah yang kemudian mengingatkan saya pada perjuangan Katende dalam membawa bocah-bocah miskin di kawasan kumuh menjadi punya harapan. Phiona adalah salah satunya. 

Tak beda dengan Katende, Ganjar juga meyakini bahwa impian adalah milik semua orang, tak peduli kelas sosial, tak peduli dari manapun kita berasal. Lewat sekolah asrama SMK Jateng inilah Ganjar menaruh harapan bahwa anak-anak miskin juga berhak mendapatkan masa depan yang baik.

Dari sanalah saya kemudian tahu ada Rafli Saputro, anak buruh pemotong filter rokok di Kudus yang bisa bekerja di ITAX, perusahaan Panasonic di Jepang. Ia bukan hanya mampu memberikan uang bulanan untuk keperluan orangtuanya, namun juga sudah bisa membelikan sebidang tanah untuk mereka.

Siapa pula yang menyangka kalau Fajar, anak seorang buruh tenun dengan upah paling-paling hanya Rp. 20 ribu perhari, bisa bekerja di perusahaan tambang di Kalimantan? Dan masih banyak kisah-kisah menggugah lainnya yang datang dari SMK N Jateng.

Daerah-daerah di Jawa Tengah memang tidak separah Katwe. Namun sebelum Ganjar menjabat, provinsi ini boleh dibilang serba begitu tertinggal. Jalan-jalan rusak parah, anak putus sekolah tinggi, kemiskinan juga besar. Di awal-awal Ganjar menjabat, kemiskinannya mencapai 14,44 persen. Namun kini turun menjadi 10,93 persen. 

Ganjar memang bukan tipe pemimpin yang doyan menjual angan-angan. Ia lebih suka menyelami langsung persoalan yang ada di masyarakat, kemudian muncul dengan memberikan solusinya. 

Seorang pemimpin sejati saya kira memang bukan sekedar memberikan harapan, namun juga bisa mewujudkan harapan itu menjadi kenyataan.

Salam, Sobar Harahap

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Queen of Katwe dan Sebuah Harapan dari Ganjar

Trending Now