Iklan

Indonesia di Persimpangan: Antara Abu dan Harapan

QBeritakan.com
Sabtu, 30 Agustus 2025 | Agustus 30, 2025 WIB Last Updated 2025-08-30T13:20:48Z


Oleh: Prasetyo Budi

Pembakaran sejumlah gedung DPRD di Makassar, Nusa Tenggara Barat, dan beberapa kota lain mengguncang nurani kita sebagai bangsa. Peristiwa ini bukan hanya soal massa yang marah, bukan sekadar tentang gedung yang terbakar, atau bahkan korban jiwa yang jatuh. Ini adalah tanda besar bahwa Indonesia sedang menghadapi krisis paling berbahaya dalam demokrasi: krisis kepercayaan.

Gedung DPRD: Dari Rumah Aspirasi ke Simbol Kekecewaan

Kantor DPRD dibangun untuk menjadi rumah aspirasi, tempat suara rakyat diterjemahkan menjadi kebijakan. Namun hari ini, gedung-gedung itu justru dipersepsikan sebagai menara gading. Tempat yang seharusnya melahirkan solusi kini dipandang sebagai ruang transaksi elit, jauh dari denyut nadi rakyat kecil.

Maka ketika rakyat membakarnya, itu bukan hanya ekspresi kemarahan, melainkan simbol penolakan. Api yang melalap bangunan DPRD sesungguhnya adalah api yang melalap kepercayaan rakyat pada institusi politiknya sendiri.

Api yang Menyala dari Luka Sosial

Tidak sulit mencari pemicu amarah ini. Isu kenaikan tunjangan anggota DPR di tengah sulitnya ekonomi rakyat adalah bensin yang menyiram bara. Tragedi seorang pengemudi ojek daring yang tewas tertabrak kendaraan taktis polisi menjadi percikan api terakhir. Rakyat merasa bukan hanya diabaikan, tetapi juga diinjak martabatnya.

Namun kita perlu lebih jujur: amarah ini tidak lahir dalam semalam. Ia adalah akumulasi panjang dari janji-janji politik yang tak pernah ditepati, korupsi yang terus berulang, kesenjangan sosial yang melebar, dan kerusakan lingkungan yang dibiarkan. Semua itu menumpuk menjadi bom waktu. Dan malam kemarin, bom itu meledak.

Demokrasi yang Menjauh dari Rakyat

Kita sering membanggakan demokrasi sebagai sistem terbaik untuk menjamin partisipasi rakyat. Namun kenyataan di lapangan, demokrasi sering direduksi menjadi panggung politik lima tahunan. Setelah itu, rakyat kembali menjadi penonton, sementara elit politik sibuk memperbesar privilese diri.

Apa yang terjadi di Makassar dan NTB adalah refleksi nyata dari demokrasi yang kehilangan rohnya. Demokrasi tanpa kepercayaan rakyat hanyalah teater kosong. Ia punya panggung, aktor, dan sorotan lampu, tetapi penontonnya sudah pulang karena bosan dengan sandiwara yang sama.

Mengutuk Anarki, Menggali Akar Masalah

Tentu saja, kekerasan dan pembakaran gedung negara tidak bisa dibenarkan. Korban jiwa dan kerugian hanya meninggalkan luka baru. Namun mengutuk aksi massa tanpa berani menggali akar masalah sama saja dengan memadamkan api di permukaan sementara bara di dalam terus menyala.

Pemerintah dan DPR tidak boleh lagi menganggap peristiwa ini sekadar insiden keamanan. Ini adalah krisis politik. Rakyat sudah tidak percaya. Dan kepercayaan, sekali hilang, tidak bisa dibeli dengan janji-janji baru. Ia hanya bisa dibangun dengan kerja nyata dan keberanian moral.

Jalan Pulang: Kejujuran dan Tanggung Jawab

Indonesia hari ini membutuhkan keberanian politik yang lebih besar dari sekadar rapat paripurna. Kita butuh pemimpin dan wakil rakyat yang berani menanggalkan kepentingan pribadi, menolak praktik korup, dan kembali menegakkan keadilan.

Percuma bicara tentang pembangunan jika di saat yang sama rakyat merasa dikhianati. Percuma bicara tentang demokrasi jika rakyat lebih percaya pada jalanan daripada pada parlemen. Percuma bicara tentang stabilitas jika di dada rakyat terus menyala api kekecewaan.

Kesimpulan: Antara Abu dan Api Baru

Api yang membakar gedung DPRD hanyalah gambaran kecil dari api yang menyala di dada rakyat. Pertanyaannya sekarang, apakah kita akan membiarkan api itu terus berkobar, menghanguskan kepercayaan yang tersisa? Ataukah kita akan berani memadamkannya dengan air kejujuran, tanggung jawab, dan kebijakan yang benar-benar berpihak pada rakyat?

Indonesia sedang berada di persimpangan sejarah. Dari abu yang tersisa, kita bisa membangun kembali demokrasi yang lebih sehat—atau justru membiarkan api ketidakpercayaan tumbuh menjadi kebakaran besar yang mengancam masa depan bangsa.
 -
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Indonesia di Persimpangan: Antara Abu dan Harapan

Trending Now

Iklan