Iklan

"Doa yang Terlalu Egois"

QBeritakan.com
Senin, 28 Juli 2025 | Juli 28, 2025 WIB Last Updated 2025-07-28T07:41:37Z


Cerpen oleh: Prasetyo Budi

Langit Alahan Panjang menggantung sendu di atas Danau Atas. Embun sore belum sepenuhnya menguap, dan udara pegunungan masih menyisakan dingin yang menyusup ke dalam dada. Aku kembali ke sini—ke tempat yang pernah menjadi saksi mimpi-mimpi kita yang sederhana.

Batu besar itu masih ada, berdiri di tepian danau. Sedikit berlumut, tapi masih kokoh, seperti tak pernah berpaling dari kenangan. Di sanalah, lima belas tahun lalu, kamu menuliskan:
"Aku dan kamu, selamanya, di bawah langit Alahan Panjang."

Tulisan itu sudah pudar, dimakan waktu dan cuaca. Tapi dalam ingatanku, ia masih terbaca jelas. Masih sama seperti senyummu di hari itu—hangat, penuh harapan, dan sayangnya… fana.

Sekarang kamu sudah milik orang lain. Sementara aku masih sendiri, bukan karena tidak mencoba, tapi karena tak ada satu pun hati yang bisa menggantikanmu. Aku bukan menolak cinta baru, aku hanya tak pernah benar-benar menemukan rumah di pelukan selain milikmu.

Dan aku tahu kenapa.

Kamu mendoakan aku, tapi doa itu terlalu egois.
Kamu meminta aku bahagia… asal tidak bersama yang lain.
Kamu merelakan… tapi sambil menyisakan rindu di udara.
Tautan batin ini masih hidup—terlalu hidup—hingga membelenggu langkahku sendiri.

“Sudah cukup,” bisikku pada danau.

Airnya beriak tenang, seolah menyimak.
Aku duduk di atas batu kenangan itu, meraba permukaannya dengan jari. Dingin. Nyata. Seperti kenyataan bahwa waktu tak pernah benar-benar menyembuhkan, jika doa-doa diam masih saling terucap dari dua jiwa yang tak bisa bersatu.

Sore mulai turun perlahan. Matahari menyisakan warna emas yang memantul di permukaan air, menciptakan kilau seperti serpihan harapan.

Untuk pertama kalinya, aku tidak berharap kamu kembali.
Aku hanya ingin bebas… dari bayanganmu, dari harapan yang kamu tinggalkan separuh jalan.

Jadi kali ini, aku gantian berdoa:

"Semoga kamu benar-benar bahagia, tanpa harus membawa namaku dalam doamu lagi. Dan semoga aku... akhirnya bisa membuka hati, bukan untuk melupakanmu, tapi untuk tidak lagi terikat."

Aku berdiri, menatap danau sekali lagi, lalu melangkah pergi.
Batu itu tetap diam, tapi entah kenapa... aku merasa ada bagian dari hatiku yang tertinggal di sana—bersama doa terakhir yang akhirnya cukup.


Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • "Doa yang Terlalu Egois"

Trending Now

Iklan