Celoteh dari Negeri Laskar Pelangi : Mushaf Al-Quran ku | Ami MUstafa

Prasetyo Budi
Senin, 05 Desember 2022 | Desember 05, 2022 WIB Last Updated 2022-12-21T17:08:14Z

QBeritakan.com - Dalam sebuah kesempatan saya berkunjung dan bermalam di rumah seorang teman. Karena pikiran sedang galau dan kebetulan malam jumat saya berniat membaca Al-Quran. Saya lalu meminjamnya pada tuan rumah. Teman saya tersenyum dan bilang tidak ada.Yang ada cuma buku Surat Yassin itu pun pembagian dari tempat dia melayat seorang pejabat yang meninggal. Sambil bergurau dia bilang ternyata di jaman serba kekinian saya masih saja kekunoan, pasang Alquran digital donk di hp. Saya nyengir aja, hp mati lupa ngecas. Yah jadilah saya pakai yang ada saja. Setelah membaca surah Yassin pikiran jadi lebih tenang saya lalu duduk-duduk di ruang tamunya.

Ruang tamu yang nyaman dengan kursi tamu mewah yang empuk dan elegan. Saya menaksir-naksir berapa harga kursi tamu itu. Pasti mahal, kisaran belasan juta rupiah. Saya edarkan pandangan, gordennya indah saya yakin tidak murah. Begitu juga lukisan yang dipajang di dinding. Belum lagi pernak pernik yang dibeli dari luar negeri. Saya kagum atas kesuksesan teman saya ini, dari isi ruang tamunya saya bisa mengira-ngira bagaimana keadaan finansialnya. Teman saya datang menghampiri lalu dengan senang mengajak saya berkeliling rumah.

Wuih..rumahnya luas. Ada taman dengan rumput yang hijau. Ada kolam yang pakai air mancur segala. Lalu kami masuk ke sebuah ruangan. Dia bilang ini surga baca. Dia tahu saya suka membaca dan kami dulu pernah sama-sama bermimpi pingin punya rumah dengan perpustakaan pribadi. Perpustakaan mini yang dipenuhi buku buku mahal tersusun rapi di lemari jati yang kokoh. Ruangannya ber-AC dilapisi karpet empuk. Dindingnya dilapisi peredam sehingga di dalam ruangan itu begitu tenang tidak terganggu suara bising dari luar. Sebuah meja dengan kursi jati tua yang elegan nangkring cantik disudut ruang. Dia juga meletakkan sofa dan bantal-bantal empuk katanya kalau bosan membaca duduk dia suka membaca sambil berbaring santai disitu. 
 
Tak habis-habis saya berdecak kagum melihat perpustakaan mini yang juga selalu menjadi idaman saya itu. Lalu saya menghampiri sebuah kotak kaca yang khusus menyimpan pajangan sebentuk buku, teman saya bilang itu skripsi anak sulungnya yang belajar di luar negeri. Saya iseng berseloroh, saya kira kamu meletakkan benda pusaka disitu. Dia tertawa. Seharusnya kotak mewah itu pantasnya tempat menaruh benda pusaka. Saya pikir kamu meletakkan Mushaf Al-Quran paling indah dan paling mahal disitu. Teman saya terdiam dan menatap saya terkejut bahkan terhenyak lebih tepatnya. Saya pikir dia akan marah. Tapi saya mendengar dia berbisik lirih..Astaghfirullahaladzim.....
 
Sekejap kemudian tur rumah mewah yang semula riang itu berakhir sendu. Teman saya nyaris menangis saat dia bilang baru teringat kalau dia tidak punya Mushaf Al-Quran satu pun di rumah mewahnya itu. Selama ini kalau pun sempat baca Al-Quran dia membacanya dari Quran digital, dari hp dengan pertimbangan lebih ringkes dibawa kemana-mana dan dibuka kapan saja. Sekalian biar lebih terlihat kekinian selaras dengan mukena suteranya yang harganya selangit dan tidak malu-maluin saat dibawa ke arisan ibu-ibu pengajian komplek. Sama sekali tidak kepikiran untuk membeli Mushaf dan menaruhnya di rumah.

Lalu teman saya mulai menangis memandangi koleksi-koleksi bukunya. Memandangi barang-barang yang ada diruangan itu. Berapa uang yang sudah dihabiskannya untuk itu semua. Bagaimana usahanya mengumpulkan koleksi buku dan bacaan-bacaan itu yang terkadang sampai ia kejar ke luar negeri. Tapi satu hal dia tidak punya, benda pusaka yang luar biasa tapi sungguh tidak sulit untuk didapatkan, Mushaf Al-Quran.

Kami lalu pindah duduk ke taman belakang rumah. Pembantu menyuguhkan kopi dan kue. Juga koran pagi yang selalu sempat dibaca teman saya ini walau sebentar sebelum dia berangkat bekerja. Lagi-lagi teman saya mengeluh, Ya Allah, saya selalu sempat baca koran ini malah kadang saya mengomeli pembantu kalau dia lupa menyiapkan koran pagi saya. Saya benci kalau tidak tahu berita atau ketinggalan berita pagi karena biasanya itu jadi topik obrolan ditempat kerjanya. Tapi kok saya tidak merasa apa-apa saat saya tidak sempat baca Quran. Sama sekali tidak merasa rugi dan menyesal. Astaghfirullahaladzim..bisiknya pelan.

Setelah pulang ke rumah saya kepikiran lagi tentang teman saya itu. Saya juga bukan yang rajin-rajin amat baca Quran. Saya masih memilih-milih surah yang ingin saya baca. Beberapa surah panjang seperti Yassin, Al-Waqiah dan As-Saffat saya baca lebih karena saya pernah mendengar tentang manfaatnya dan beberapa surah pendek saya hapal karena dipakai untuk bacaan saat sholat. 
 
Tapi ada banyak surah yang belum saya baca atau hanya dibaca sepintas lalu karena terlalu panjang. Padahal semua surah-surah itu baik. Ya Allah..alangkah malunya hati ini, padahal saya kadang betah membaca buku beratus-ratus halaman dan selalu penasaran kalau belum tamat itu buku. Sampai lupa makan bahkan kadang melambatkan sholat. Saya juga selalu sempat membuka berita online, mantengin mbah gugel kalau lagi mencari tahu sesuatu. Juga mencari bacaan-bacaan motivasi dan mengkoleksinya untuk memberikan semangat pada diri saya.

Astaga...padahal kalau dipikir-pikir lagi apa kurangnya Al-Quran? Mau baca cerita, ada. Pengetahuan, ada. Motivasi juga ada bahkan jauh lebih lengkap. Duh Gusti Allah..Duh Rasullullah... Alangkah saya ternyata orang yang benar-benar merugi karena selama ini menganggap baca Quran itu hal yang biasa-biasa saja. Maafkan saya yang masih bisa memandang ada buku lain atau bacaan lain atau dokumen lain yang lebih hebat lebih penting dan lebih keramat dari Mushaf Al-Quran.

Saya pandangi kitab pusaka yang lusuh dan tua itu. Memang benar lusuh karena sering dibaca tapi lebih tepatnya karena kurang penghargaan. Padahal saya kadang memperlakukan buku-buku saya dengan apik. Membukanya perlahan-lahan, tidak boleh dilipat karenanya saya selalu menyisipkan pembatas halaman, meletakkan kembali ke tempatnya setelah selesai dibaca. 
 
Apakah saya juga melakukan hal yang sama pada Quran? Kadang saya harus mencarinya dulu karena lupa menaruhnya dalam lipatan alat-alat sholat. Lalu akhirnya lebih suka baca lewat hp. Benar membaca Quran di hp atau gadget lain baik tapi membaca Al-Quran dari Mushaf-nya punya nilai lebih.

Ampuni saya Tuhan. Satu hal lagi yang saya ingatkan pada diri sendiri. Sebaik-baiknya menjaga Al-Quran adalah membaca dan memahami isinya lalu mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Al-Quran adalah kitab suci yang sangat mulia dan terpelihara. Tidak ada yang menyentuhnya selain hamba-hamba yang disucikan. Bahkan kita diwajibkan dalam keadaan bersuci saat akan menyentuhnya. Subhanallah.
Ya Allah, ampuni kami yang selalu lalai. Berikan kami kekuatan untuk selalu mudah dan ringan dalam menunaikan perintah Mu. Aamiin Ya Robbalalamiin.

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Celoteh dari Negeri Laskar Pelangi : Mushaf Al-Quran ku | Ami MUstafa

Trending Now