Jangan Pilih Pemimpin Hanya Karena Rasa Kasihan

Wartawan Goes Too Campus
Jumat, 12 Januari 2024 | Januari 12, 2024 WIB Last Updated 2024-01-12T12:03:22Z


QBeritakan.com - Nangisin Prabowo Subianto? Demi apa? Pertanyaan itu terus berputar dalam kepalaku. Rasanya jawaban yang sesuai dengan nalar yang sehat, tetap tidak bisa muncul. Alasan mereka menangis itu karena Prabowo diserang pertanyaan yang bersinggungan dengan kinerjanya. Lho, apa esensi dari perdebatan? Ya soal tanya jawab itu. 

Kalau hanya menyampaikan pendapat masing-masing, yuk kita adakan rembug bersama saja. Namanya berubah ya bukan ajang debat pilpres, tapi jadi musyawarah capres. Sebelumnya kita sudah diputer-puterin tentang peraturan yang terus diotak-atik, demi kontestan yang paling muda dan paling tua. 

Ternyata drama itu belum cukup dipertontonkan di depan rakyat, hingga mereka mencari pasukan untuk menangisi penampilan Prabowo di atas panggung debat. Potongan screenshoot sudah banyak tersebar, isinya berupa intruksi untuk memainkan peran sebagai korban. 

Coba dipikir saja bagian mana yang disebut menyerang? Ganjar hanya menanyakan secuil data mengapa Global peace index turun, lalu kapabilitas TNI juga menjadi rendah sampai MEF yang memang datanya bisa diakses secara umum di publik juga tidak mencapai target. 

Itu bukan data rahasia, karena Ganjar mencarinya di website bukan karena kekuatan orang dalam yang memberikannya dnegan cuma-cuma. Alutsisita yang usang pun menjadi kontroversi, padahal anggaran Kemhan itu sampai membengkak, ditambah lagi utang negara terus bertambah seiring bertambahnya zaman. Tapi kenapa harus beli alutsista bekas, yang justru mahal dalam perawatannya? 

Otomatis saja saya membenarkan penilaian Ganjar bahwa memang Prabowo gegabah dalam hal tersebut. Buktinya sampai sekarang rencana pembelian pesawat Mirage 2005 harus diberhentikan, karena beberapa alasan yang tidak cukup kuat dasarnya. 

Jadi apa yang sebenarnya ditangisi oleh para barisan remaja putri ini, mau memperlihatkan bahwa Prabowo betul seorang heroik? Big No, salah besar. Nyatanya orang yang mereka tangisi sekarang sudah mulai beraksi dengan memaki Anies Baswedan lewat umpatan kasar khasnya.

Jika sebelumnya dia melontarkan umpatan “Ndasmu” ketika membicarakan sebuah etika, kali ini dia menyinggung tentang tanah yang dimilikinya di beberapa daerah di Indonesia. Dia berseloroh dengan opsi mempertanyakan kemampuan Anies “Pintar atau Goblok”. 

Arogansinya masih tercetak jelas, tidak luntur dari sebelumnya. Itu yang membuat saya masih heran dan justru berpikir, sebenarnya apa yang ditangisi para pembela baru dari seorang Prabowo itu? Apa yang terjadi di panggung debat kemarin adalah hal yang wajar, sangat lucu jika justru diantara mereka ada yang bilang kasihan kepada Prabowo. 

Adek, kakak, sist, bro, coba lihat korban aktivis 1998, mereka lebih banyak mengeluarkan air mata selama puluhan tahun, karena tindakan tidak manusiawi Prabowo yang katanya sudah dipertanggungjawabkan. 

Nyatanya apa, keadilan memang belum didapat keluarga korban yang sampai sekarang menanti kabar dari anak, adek, kakak, ayah dan kerabat mereka. Tuntutan mereka tidak banyak, hanya menginginkan kepastian hukum. Kejelasan dari status anak mereka hingga jaminan peristiwa kerusuhan Mei dan penculikan aktivis tidak bakal lagi terjadi di bumi pertiwi, karena pemimpinnya menegakkan hukum bagi mereka si pelanggar hukum. 

Namun sampai detik ini hal itu belum terwujud, maka selama ini pula mereka tidak akan berpihak pada pelanggar HAM yang justru asyik melenggang terus menjadi kontestan pilpres pada setiap pesta demokrasi rakyat Indonesia. 

Persolan itulah yang seharusnya ditangisi, dengan harapan negara kita bisa menemukan pemimpin yang tepat untuk menguak pelanggaran HAM demi keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. 

Hapus air matamu nak, dek, kak, sist, bro, jangan biarkan integritasmu menjadi korban dari matinya demokrasi negeri ini. Ayo lihat masa depan secara jernih, dengan menentukan capres yang betul tahu problematika hidup bangsa dan negara kita dalam pertahanan, keamanan, hubungan nasional-internasional hingga geopolitik. 

Prabowo bukan orang yang tepat, dia jauh dari kriteria seorang pemimpin yang baik. Karena dia menghalalkan segala cara untuk menang, demi berkuasa di negeri ini. Buktinya mereka mampu memainkan skenario playing victim untuk membodohi rakyat. 

Tidak mungkin kita hidup dengan pemimpin yang memiliki cara-cara buruk dalam mencapai sebuah tujuan. Cukup dramanya berhenti dalam pilpres saja, jangan diteruskan hingga periodesasi kepemimpinan jabatan yang penuh tanggungjawab baik dunia sampai akhirat nanti.

Nikmatul Sugiyarto

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Jangan Pilih Pemimpin Hanya Karena Rasa Kasihan

Trending Now